| |
Alat Pembayaran : Cek dan BG
Alat Pembayaran : Kartu ATM/Debet
Alat Pembayaran : Kartu Kredit
Alat Pembayaran : Uang Elektronik
Sistem Transfer : BI - RTGS
Sistem Transfer : SKNBI
Sistem Tranfer : Pengiriman Uang
|
Cek dan Bilyet Giro
(BG) merupakan alat pembayaran paling lama yang digunakan oleh masyarakat
Indonesia. Cek telah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD),
sementara Bilyet Giro pertama kali diatur tahun 1972 dalam Surat Edaran Bank
Indonesia.
Penggunaan Cek dan BG
untuk pembayaran umumnya dilakukan oleh pelaku usaha dalam mendukung kelancaran
transaksi bisnisnya. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan nasabah individu
menggunakan Cek dan BG dalam melakukan pembayaran.
Cek dan Bilyet Giro
diberikan kepada nasabah yang memiliki simpanan di bank, khususnya simpanan
dalam bentuk rekening giro. Walaupun secara fisik Cek dan BG terlihat sama,
namun pada dasarnya terdapat beberapa perbedaan antara Cek dan BG,
seperti pencairan Cek dapat dilakukan secara tunai atau melalui
pemindahbukuan sementara BG hanya dapat dicairkan dengan pemindahbukuan. Selain
itu Cek, khususnya Cek atas unjuk dapat dipindahtangankan sementara Bilyet Giro
tidak dapat dipindahtangankan.
Definisi
1.
Cek adalah surat
perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah dana yang tercantum dalam
cek. Penarikan cek dapat dilakukan baik "atas nama" maupun
"atas unjuk" dan merupakan surat berharga yang dapat diperdagangkan
(negotiable paper).
2.
Bilyet Giro adalah
surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana untuk memindahbukukan
sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang
disebutkan namanya.
Dasar Hukum
1.
Cek telah diatur
dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) Pasal 178 sampai dengan Pasal
229.
2.
Bilyet Giro telah
diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR tanggal 4
Juli 1995 tentang Bilyet Giro.
Manfaat Cek dan Bilyet Giro
Penggunaan Cek dan
Bilyet Giro sebagai alat pembayaran dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.
Memberikan kemudahan
dalam melakukan pembayaran atas suatu transaksi ekonomi tertentu tanpa perlu
membawa uang tunai dalam jumlah banyak.
2.
Khusus untuk ilyet
giro, memberikan fleksibilitas kepada pemilik rekening khususnya pengusaha
dalam pengelolaan cash flow dengan memberikan tanggal mundur pada Bilyet Giro.
Risiko Cek dan Bilyet Giro
1.
Risiko nama pemilik
rekening masuk dalam Daftar hitam Nasional karena menarik Cek dan Bilyet Giro
kosong.
2.
Risiko menerima Cek
dan Bilyet Giro kosong, bagi masayarakat yang menerima pembayaran dengan Cek
dan Bilyet Giro. Adapun yang dimaksud dengan Cek dan Bilyet Giro kosong
adalah cek dan/atau Bilyet Giro yang ditunjukkan oleh Pemegang baik melalui
kliring maupun melalui loket Bank secara langsung (over the conter) dan ditolak
pembayarannya atau pemindahbukuannya oleh Bank dengan alasan penolakan “saldo
rekening giro tidak cukup” atau “rekening giro telah ditutup”.
Contoh Gambar Cek
Contoh Gambar Bilyet Giro
Keterangan
|
Cek
|
Bilyet Giro
|
1. Pengertian
|
Surat perintah tanpa
syarat dari nasabah kepada bank yang memelihara rekening giro nasabah
tersebut untuk membayar sejumlah dana kepada pemegang Cek tersebut.
|
Surat perintah dari
nasabah kepada bank yang memelihara rekening giro nasabah tersebut untuk
memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekening
pemegang yang disebutkan namanya.
|
2. Pencairan Dana
|
Melalui tunai atau
pemindahbukuan
|
Hanya melalui
pemindahbukuan
|
3. Syarat Formal
|
|
|
4. Tenggang Waktu
Penawaran
|
Tidak Ada
|
70 hari sejak
tanggal penarikan.
|
5. Masa Daluarsa
|
70 hari sejak
tanggal penarikan
|
6 bulan setelah
tenggang waktu penawaran
|
6. Syarat Lain
|
|
|
Alat Pembayaran : Kartu ATM/Debet
Sumber (link terkait : )
Sebagian besar
masyarakat Indonesia tentunya telah banyak mengenal kartu pembayaran. Kartu
pembayaran yang saat ini paling diminati oleh masyarakat Indonesia dalam melakukan
transaksi keuangan adalah Kartu ATM/Debet. Selama tahun 2010, dengan jumlah
kartu yang beredar sebesar 51,6 juta kartu, volume penggunaan Kartu ATM/Debet
yang mencapai 1,81 milyar transaksi atau 4,95 juta transaksi per hari, menjadi
yang paling tinggi diantara alat pembayaran lainnya.
Namun demikian,
peningkatan penggunaan Kartu ATM/Debet berpotensi pula meningkatkan risiko dari
penggunaan Kartu ATM/Debet tersebut, baik risiko yang disebabkan oleh kelalaian
dari pihak pengguna, maupun risiko fraud (kejahatan) yang sengaja dilakukan
oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Pada tahun 2010,
berbagai media baik cetak maupun elektronik memberitakan telah terjadi
fraud pada industri Kartu ATM/Debet. Sebagian besar fraud tersebut
terjadi dengan menggunakan metode skimming, yaitu dengan mencuri data nasabah
yang tersimpan dalam kartu. Dari kejadian ini, selain diperlukan peningkatan
keamanan dalam penyelenggaraan Kartu ATM/Debet yang harus dilakukan oleh para
penerbit Kartu/Debet, tentunya diperlukan pula sikap kehati-hatian masyarakat
sebagai pengguna dalam melakukan transaksi keuangan dengan menggunakan Kartu
ATM/Debet.
Definisi Kartu ATM/Debet
Kartu ATM adalah alat
pembayaran menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan penarikan
tunai dan/atau pemindahan dana dimana kewajiban pemegang kartu dipenuhi
seketika dengan mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada Bank
atau Lembaga Selain bank yang berwenang untuk menghimpun dana sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Sementara itu, Kartu
Debet adalah pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk
melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi,
termasuk transaksi pembelanjaan, dimana kewajiban pemegang kartu dipenuhi
seketika dengan mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada bank
atau Lembaga Selain Bank yang berwenang untuk menghimpun dana sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Dasar Hukum
Penyelenggaraan Kartu
ATM/Debet telah diatur dalam :
Manfaat Kartu ATM/Debet
Penggunaan Kartu
ATM/Debet yang semakin meningkat, tentunya dikarenakan manfaat dari
penggunaannya yang telah banyak dirasakan masyarakat. Manfaat dari penggunaan
Kartu ATM/Debet adalah:
1.
Memberikan kemudahan
dan kecepatan bertransaksi via ATM untuk penarikan tunai, transfer antar
rekening dan/atau antarbank.
2.
Selain itu khusus
untuk Kartu Debet, memberikan kemudahan melakukan transaksi berbelanja tanpa
perlu membawa uang tunai.
Risiko dari Kartu ATM/ Debet
Walapun di satu sisi
terdapat beberapa manfaat dari Kartu ATM/Debet, tetapi di sisi lain terdapat risiko
yang perlu disikapi dengan kehati-hatian dari para penggunanya, seperti :
1.
Risiko kartu digunakan
oleh pihak lain, karena penggguna yang sah melakukan kelalaian dalam
penyimpanan kartu dan PIN.
2.
Risiko fraud yang
sengaja dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab dengan mencuri
data nasabah pengguna yang tersimpan dalam kartu.
Mekanisme Penggunaan Kartu Debet
Terdapat 2 (dua)
mekanisme penggunaan Kartu Debet untuk transaksi belanja yang saat ini masih
menggunakan teknologi magnetic stripe, yaitu:
1.
Menggunakan tanda
tangan
o Kartu Debet yang Anda serahkan ke kasir akan
diproses dengan cara menggesekan kartu ke mesin EDC. Setelah digesek, terjadi
proses online untuk verifikasi data dan kecukupan saldo pemegang kartu yang ada
pada database server penerbit kartu.
o Setelah proses verifikasi selesai, mesin EDC
akan mengeluarkan bukti transaksi yang akan ditandatangani oleh pemegang kartu
yang melakukan transaksi.
o Transaksi selesai.
2.
Menggunakan PIN
o Kartu Debet yang Anda serahkan ke kasir akan
diproses dengan cara menggesekan kartu ke mesin EDC. Setelah digesek, kasir
akan meminta pengguna untuk mengisi PIN pada mesin EDC. Apabila PIN pengguna
benar, akan terjadi proses online untuk verifikasi data dan kecukupan saldo
pemegang kartu yang ada pada database server penerbit kartu.
o Setelah proses verifikasi selesai, mesin EDC
akan mengeluarkan bukti transaksi yang akan ditandatangani oleh pemegang kartu
yang melakukan transaksi.
o Transaksi selesai.
Pihak-Pihak dalam
Penyelenggaraan Kartu ATM/Debet
1.
Pemegang kartu adalah
pengguna yang sah dari Kartu ATM/Debet
2.
Prinsipal adalah bank
atau lembaga selain bank yang bertanggung jawab atas pengelolaan sistem
dan/atau jaringan antar anggotanya, baik yang berperan sebagai penerbit
dan/atau acquirer, dalam transaksi Kartu ATM/Debet yang kerjasama dengan
anggotanya didasarkan atas suatu perjanjian tertulis.
3.
Penerbit adalah bank
atau lembaga selain bank yang menerbitkan Kartu ATM/Debet.
4.
Acquirer adalah bank
atau lembaga selain bank yang melakukan kerjasama dengan pedagang (merchant),
yang dapat memproses Kartu Debet yang diterbitkan oleh pihak lain.
5.
Pedagang (merchant)
adalah penjual barang dan/atau jasa yang menerima pembayaran dari transaksi
penggunaan Kartu Debet.\
6.
Penyelenggara kliring
adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan perhitungan hak dan
kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka
transaksi Kartu ATM/Debet.
7.
Penyelenggara
penyelesaian akhir adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan dan
bertanggungjawab terhadap penyelesaian akhir atas hak dan kewajiban keuangan
masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka transaksi Kartu ATM/Debet
berdasarkan hasil perhitungan dari penyelenggara kliring.
Alat Pembayaran :
Kartu Kredit
Sumber (link terkait ) :
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/C95544F4-DCF1-4475-A27F-99550647FE2E/23398/KARTUKREDIT.PDF
Kartu Kredit merupakan
alat pembayaran yang memiliki prinsip “buy now pay later”, dimana pada saat
transaksi kewajiban pemegang kartu ditalangi terlebih dahulu oleh penerbit
Kartu Kredit. Pemegang kartu dapat melunasi pembayaran berdasarkan waktu yang
disepakati antara pemegang kartu dan penerbit. Saat ini fasilitas yang
ditawarkan bagi pengguna Kartu Kredit sangat beragam, mulai dari diskon di
merchant, point rewards yang dapat digunakan untuk berbelanja, sampai dengan
pembelian barang dengan bunga cicilan 0%.
Penggunaan Kartu
Kredit secara bijak sebagai alat bayar pengganti uang tunai tentunya akan
sangat menguntungkan bagi penggunanya, karena selain tidak perlu membawa uang
tunai dalam jumlah banyak, diberikan beragam tawaran yang menarik dari
penerbit, pengguna juga diberikan keleluasaan untuk melunasi pembayarannya
sesuai waktu yang disepakati. Hal ini tentunya akan memberikan fleksibilitas
bagi pengguna Kartu Kredit dalam mengatur cash flow.
Namun demikian, dengan
prinsip “buy now pay later” dan beragamnya fasilitas yang ditawarkan, bukan
tidak mungkin penggunaan Kartu Kredit akan berpotensi membuat masyarakat
cenderung menjadi konsumtif. Untuk itu sebagai pengguna Kartu Kredit, kita
perlu menanamkan kesadaran pada diri sendiri bahwa fasilitas Kartu Kredit
merupakan kewajiban yang harus dipenuhi pada saat jatuh tempo. Apabila
pembayaran dilakukan setelah jatuh tempo maka besar sekali biaya yang akan
dikenakan kepada pemegang kartu, baik berupa biaya keterlambatan maupun biaya
bunga. Dalam kaitan ini perlu dihindari cara “gali lubang tutup lubang”
dalam melunasi hutang kartu Kredit, karena hal ini akan semakin memperburuk
kondisi keuangan.
Definisi Kartu Kredit
Kartu Kredit adalah
alat pembayaran menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan
pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk
transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai, dimana
kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau
penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu
yang disepakati dengan pelunasan secara sekaligus (charge card) ataupun dengan
pembayaran secara angsuran.
Dasar Hukum
Penyelenggaraan Kartu
Kredit telah diatur dalam :
Manfaat Kartu Kredit
Penggunaan Kartu
Kredit sebagai alat pembayaran dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.
Memberikan kemudahan
dan kecepatan dalam melakukan transaksi transaksi berbelanja tanpa perlu
membawa uang tunai.
2.
Terdapat
berbagai penawaran menarik dari penerbit Kartu Kredit, antara lain
point rewards, diskon di pedagang (merchant), dan pembelian barang dengan bunga
cicilan 0%.
Risiko Kartu Kredit
Walapun di satu sisi
terdapat beberapa manfaat dari Kartu Kredit, tetapi di sisi lain terdapat
risiko yang perlu disikapi dengan kehati-hatian dari para penggunanya, seperti
:
1.
Risiko kartu digunakan
oleh pihak lain, karena penggguna yang sah melakukan kelalaian dalam
penyimpanan kartu dan PIN. Apalagi untuk saat ini transaksi belanja dengan
menggunakan Kartu Kredit hanya memerlukan tanda tangan yang dapat saja
dipalsukan oleh pihak lain.
2.
Risiko dikenakan biaya
keterlambatan dan biaya bunga yang relatif tinggi karena pemegang kartu tidak
mampu membayar kewajibannya pada saat jatuh tempo, sehingga pembayaran kewajiban
baru dapat dilakukan sesudah jatuh tempo.
Mekanisme Penggunaan Kartu Kredit dengan Menggunakan Chip
Mekanisme Penggunaan
Kartu Kredit dengan menggunakan chip tidak banyak mengalami perubahan dengan
mekanisme sebelumnya. Ketika bertransaksi, hal-hal yang harus diperhatikan
dalam menggunakan kartu kredit chip adalah:
1.
Kartu kredit yang Anda
serahkan ke kasir akan diproses dengan cara memasukkan kartu ke dalam mesin EDC
yang telah dilengkapi chip atau dikenal dengan istilah dimasukkan ke dalam EDC.
Pada saat dimasukkan ke dalam EDC, kartu mengalami proses enkripsi terlebih
dahulu sebelum akhirnya secara online di-link-an dan di verifikasi dengan
penerbit kartu kredit yang dipakai.
2.
Setelah proses
verifikasi selesai, mesin EDC yang telah dilengkapi chip akan mengeluarkan
bukti transaksi yang akan ditandatangani oleh pemegang kartu yang melakukan
transaksi.
3.
Transaksi selesai.
Mekanisme yang sama
mudahnya dengan teknologi sebelumnya yang dikenal dengan magnetic stripe. Yang
perlu diingat adalah, transaksi tidak lagi digesek tapi di-dip, jika dalam
bertransaksi kartu kredit Anda masih menggunakan mekanisme yang lama yaitu
digesek, itu berarti kartu kredit dan mesin EDC belum menggunakan Chip. Segera
minta penggantian kartu Anda kepada penerbit kartu yang tertera pada kartu
kredit Anda.
Pihak-Pihak dalam Penyelenggaraan Kartu Kredit
1.
Pemegang kartu adalah
pengguna yang sah dari Kartu Kredit.
2.
Prinsipal adalah bank
atau lembaga selain bank yang bertanggung jawab atas pengelolaan sistem
dan/atau jaringan antar anggotanya, baik yang berperan sebagai penerbit
dan/atau acquirer, dalam transaksi Kartu Kredit yang kerjasama dengan
anggotanya didasarkan atas suatu perjanjian tertulis.
3.
Penerbit adalah bank
atau lembaga selain bank yang menerbitkan Kartu Kredit.
4.
Acquirer adalah bank
atau lembaga selain bank yang melakukan kerjasama dengan pedagang (merchant),
yang dapat memproses Kartu Kredit yang diterbitkan oleh pihak lain.
5.
Pedagang (merchant)
adalah penjual barang dan/atau jasa yang menerima pembayaran dari transaksi penggunaan
Kartu Kredit.
6.
Penyelenggara kliring
adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan perhitungan hak dan
kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka
transaksi Kartu Kredit.
7.
Penyelenggara
penyelesaian akhir adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan dan
bertanggungjawab terhadap penyelesaian akhir atas hak dan kewajiban keuangan
masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka transaksi Kartu Kredit
berdasarkan hasil perhitungan dari penyelenggara kliring.
Alat
Pembayaran : Uang Elektronik
Sumber
(link terkait ) :
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/A4F6D270-EB2B-4A92-B02D-253FDCB2B275/23451/TC9990102LAYOUTPB1.pdf
Alat Pembayaran : Uang Elektronik
Di tahun-tahun
terakhir, inovasi pada instrumen pembayaran elektronis dengan menggunakan kartu
telah berkembang menjadi bentuk yang lebih praktis. Saat ini di Indonesia
sedang berkembang suatu instrumen pembayaran yang dikenal dengan uang
elektronik. Walaupun memuat karakteristik yang sedikit berbeda dengan instrumen
pembayaran lainnya seperti kartu kredit dan kartu ATM/Debet, namun penggunaan
instrumen ini tetap sama dengan kartu kredit dan kartu ATM/Debet yaitu
ditujukan untuk pembayaran.
Secara sederhana, uang
elektronik didefinisikan sebagai alat pembayaran dalam bentuk elektronik dimana
nilai uangnya disimpan dalam media elektronik tertentu. Penggunanya harus
menyetorkan uangnya terlebih dahulu kepada penerbit dan disimpan dalam media
elektronik sebelum menggunakannya untuk keperluan bertransaksi. Ketika
digunakan, nilai uang elektronik yang tersimpan dalam media elektronik akan
berkurang sebesar nilai transaksi dan setelahnya dapat mengisi kembali
(top-up). Media elektronik untuk menyimpan nilai uang elektronik dapat berupa
chip atau server. Penggunaan uang elektronik ini sebagai alat pembayaran yang
inovatif dan praktis diharapkan dapat membantu kelancaran pembayaran kegiatan
ekonomi yang bersifat massal, cepat dan mikro, sehingga perkembangannya dapat
membantu kelancaran transaksi di jalan tol, di bidang transportasi seperti kereta
api maupun angkutan umum lainnya atau transaksi di minimarket, food court, atau
parkir.
Perkembangan uang
elektronik diharapkan pula dapat digunakan sebagai alternatif alat pembayaran
non tunai yang dapat menjangkau masyarakat yang selama ini belum mempunyai
akses kepada sistem perbankan.
Definisi
Uang Elektronik
(Electronic Money) didefinisikan sebagai alat pembayaran yang memenuhi
unsur-unsur sebagai berikut:
1.
diterbitkan atas dasar
nilai uang yang disetor terlebih dahulu oleh pemegang kepada penerbit;
2.
nilai uang disimpan
secara elektronik dalam suatu media seperti server atau chip;
3.
digunakan sebagai alat
pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik
tersebut; dan
4.
nilai uang elektronik
yang disetor oleh pemegang dan dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan.
Dasar Hukum
Penyelenggaraan Uang
Elektronik telah diatur dalam :
Manfaat Uang Elektronik
Penggunaan Uang
Elektronik sebagai alat pembayaran dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1.
Memberikan kemudahan
dan kecepatan dalam melakukan transaksi transaksi pembayaran tanpa perlu
membawa uang tunai.
2.
Tidak lagi menerima
uang kembalian dalam bentuk barang (seperti permen) akibat padagang tidak
mempunyai uang kembalian bernilai kecil (receh).
3.
Sangat applicable
untuk transaksi massal yang nilainya kecil namun frekuensinya tinggi, seperti:
transportasi, parkir, tol, fast food, dll.
Risiko Uang Elektronik
Walapun di satu sisi
terdapat beberapa manfaat dari Uang Elektronik, tetapi di sisi lain terdapat
risiko yang perlu disikapi dengan kehati-hatian dari para penggunanya, seperti
:
1.
Risiko uang elektronik
hilang dan dapat digunakan oleh pihak lain karena pada prinsipnya uang
elektronik sama seperti uang tunai yang apabila hilang tidak dapat diklaim
kepada penerbit.
2.
Risiko karena masih
kurang pahamnya pengguna dalam menggunakan uang elektronik, seperti pengguna
tidak menyadari uang elektronik yang digunakan ditempelkan 2 (dua) kali
pada reader untuk suatu transaksi yang sama sehingga nilai uang elektronik
berkurang lebih besar dari nilai transaksi.
Jenis Uang Elektronik dan Batas Nilai Uang Elektronik
Jenis uang elektronik
berdasarkan tercatat atau tidaknya data identitas pemegang pada penerbit
Uang Elektronik dibagi menjadi :
1.
Uang Elektronik
registered, merupakan Uang Elektronik yang data identitas pemegangnya
tercatat/terdaftar pada penerbit Uang Elektronik. Dalam kaitan ini, penerbit
harus menerapkan prinsip mengenal nasabah dalam menerbitkan Uang Elektronik
Registered.
Batas maksimum nilai Uang Elektronik yang tersimpan pada media chip atau server
untuk jenis registered adalah Rp5.000.000,00 (lima juta Rupiah).
2.
Uang Elektronik
unregistered, merupakan Uang Elektronik yang data identitas pemegangnya tidak
tercatat/terdaftar pada penerbit Uang Elektronik.
Batas maksimum nilai Uang Elektronik yang tersimpan pada media chip atau server
untuk jenis unregistered adalah Rp1.000.000,00 (satu juta Rupiah).
Pihak-Pihak dalam Penyelenggaraan Uang Elektronik
1.
Pemegang kartu adalah
pengguna yang sah dari Uang Elektronik.
2.
Prinsipal adalah bank
atau lembaga selain bank yang bertanggung jawab atas pengelolaan sistem
dan/atau jaringan antar anggotanya, baik yang berperan sebagai penerbit
dan/atau acquirer, dalam transaksi Uang Elektronik yang kerjasama dengan
anggotanya didasarkan atas suatu perjanjian tertulis.
3.
Penerbit adalah bank
atau lembaga selain bank yang menerbitkan Uang Elektronik.
4.
Acquirer adalah bank
atau lembaga selain bank yang melakukan kerjasama dengan pedagang (merchant),
yang dapat memproses Uang Elektronik yang diterbitkan oleh pihak lain.
5.
Pedagang (merchant)
adalah penjual barang dan/atau jasa yang menerima pembayaran dari transaksi
penggunaan Uang Elektronik.
6.
Penyelenggara kliring
adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan perhitungan hak dan
kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka transaksi
Uang Elektronik.
7.
Penyelenggara
penyelesaian akhir adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan dan
bertanggungjawab terhadap penyelesaian akhir atas hak dan kewajiban keuangan
masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka transaksi Uang Elektronik
berdasarkan hasil perhitungan dari penyelenggara kliring.
Sistem
Transfer : BI – RTGS
Sumber
(link terkait ) :
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/D61BBFAF-7E2B-4F1C-BA27-F03D33246CBA/23424/RTGS.pdf
Sistem Bank Indonesia
Real Time Gross Settlement adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar
Peserta dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika
per transaksi secara individual.
Dengan sistem BI-RTGS,
peserta pengirim melalui terminal RTGS di tempatnya mentransmisikan transaksi
pembayaran ke pusat pengolahan sistem RTGS (RTGS–Central Computer/RCC) di Bank
Indonesia untuk proses settlement. Jika proses settlement berhasil, transaksi
pembayaran akan diteruskan secara otomatis dan elektronis kepada peserta
penerima. Keberhasilan proses settlement tergantung dari kecukupan saldo
peserta pengirim karena dalam BI-RTGS peserta hanya dapat diperbolehkan untuk
mengkredit peserta lain. Dengan kata lain, peserta BI-RTGS harus meyakinkan
bahwa saldo rekeningnya di Bank Indonesia cukup sebelum peserta tersebut
melaksanakan transfer ke bank perserta BI-RTGS lainnya.
Dasar Hukum
Penyelenggaraan Sistem
BI-RTGS telah diatur dalam :
Manfaat Sistem BI-RTGS
Tujuan dan manfaat
dari implementasi Sistem BI-RTGS adalah sebagai berkut :
1.
Bagi Bank Indonesia
o Mengurangi risiko Penyelesaian Akhir (settlement
risk) dalam sistem pembayaran nasional; dan
o Memberikan informasi yang mendukung kebijakan
moneter dan early warning system bagi pengawasan bank.
2.
Bagi Bank
o Meningkatkan efektivitas pengelolaan dana
(management fund) bagi Bank melalui sentralisasi Rekening Giro; dan
o Meningkatkan kepastian penyelesaian akhir
(settlement).
3.
Bagi Masyarakat:
o Tersedianya tambahan pilihan sarana
transfer yang efisien, cepat, aman, dan handal.
Cakupan Transaksi Sistem BI-RTGS
Saat ini cakupan
transaksi yang melalui Sistem BI-RTGS adalah sebagai berikut :
1.
Transaksi pembayaran
antar-bank bersifat high value payments, yaitu transaksi pembayaran bernilai
besar dan/atau bersifat time-critical, antara lain transaksi PUAB, operasi
moneter, transaksi pemerintah,;
2.
Transaksi penyelesaian
akhir (settlement) sisi rupiah dari transaksi perdagangan valas antar-bank;
3.
Transaksi penyelesaian
akhir (settlement) dana dari transaksi pasar modal; dan
4.
Transaksi transfer
dana antar-bank untuk kepentingan nasabahnya yang bersifat urgent.
Selain itu Sistem
BI-RTGS merupakan central settlement processor untuk melakukan penyelesaian
akhir dari sistem pembayaran ritel seperti penyelesaian akhir hasil
kliring dari SKNBI dan sistem pembayaran ritel lainnya (ATM, kartu debit, kartu
kredit).
Fungsi Sistem BI-RTGS
sebagai central processor untuk penyelesaian akhir (settlement) transaksi
pembayaran antar-bank di Indonesia dan merupakan core financial infrastructure
yang mendukung aktivitas ekonomi dan keuangan di Indonesia, menjadikan Sistem
BI-RTGS sebagai Systemically Importance Payment System (SIPS).
Sistem BI-RTGS sebagai Systemically Important Payment System
(SIPS)
Berdasarkan Bank for
International Settlement (BIS), sistem RTGS merupakan sistem pembayaran yang
dikategorikan sebagai systemically important payment system (SIPS).
Suatu sistem
pembayaran dikategorikan sebagai SIPS apabila sistem tersebut :
1.
Merupakan satu-satunya
sistem pembayaran di suatu negara atau merupakan sistem pembayaran utama
ditinjau dari total nominal transaksi yang diproses dalam sistem pembayaran
tersebut;
2.
Memiliki fungsi utama
memproses transaksi dengan nominal besar; dan
3.
Dipergunakan untuk
penyelesaian transaksi pasar keuangan dan/atau memproses penyelesaian akhir
dari sistem pembayaran lain.
Mekanisme Transfer Dana melalui Sistem BI-RTGS
Dengan mekanisme
Sistem BI-RTGS, dimana pendebetan dan pengkreditan rekening dilaksanakan secara
bersamaan maka risiko kredit dapat diminimalisir karena tidak lagi terdapat
settlement lag. Dengan demikian tidak terjadinya settlement lag maka
risiko sistemik juga dapat dimitigasi.
Biaya Transaksi Sistem BI-RTGS
Biaya transaksi Sistem
BI-RTGS yang ditetapkan oleh Bank Indonesia kepada bank adalah sebagai berikut:
1.
Untuk transaksi
individual yang dikirim pada pukul 06.30 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB,
besarnya biaya transaksi adalah Rp7.000,00 (tujuh ribu rupiah) per
transaksi
2.
Untuk transaksi
individual yang dikirim setelah pukul 15.00 WIB sampai dengan cut off time,
besarnya biaya transaksi adalah Rp15.000,00 (lima belas ribu rupiah) per
transaksi.
Besarnya biaya
transaksi SKNBI dan Sistem BI-RTGS yang dikenakan bank kepada nasabah sesuai
dengan ketentuan intern masing-masing bank. Namun demikian, bank wajib
mencantumkan biaya yang dikenakan, baik biaya yang dikenakan Bank Indonesia
kepada bank maupun biaya yang dikenakan bank kepada nasabah pada lokasi yang
dapat dibaca dengan jelas oleh nasabah.
Window Time Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS
Waktu transaksi
transfer antar peserta baik untuk kepentingan nasabah saat ini dibatasi mulai
pk.06.30 - 16.30 WIB. Window time tersebut diharapkan akan dapat memberikan
keleluasaan kepada pelaku ekonomi di seluruh Indonesia yang terdiri dari 3 zona
waktu untuk bertransaksi dengan lebih lancar.
Meskipun demikian, apabila dalam kasus-kasus tertentu diperlukan window time
yang lebih lama, Bank Indonesia dapat melakukan perpanjangan untuk
mengakomodasi kebutuhan perpanjangan tersebut.
Sistem
Transfer : SKNBI
Sumber
(link terkait ) :
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/C063BD05-4D7F-4C11-B117-8A74F04D9B9A/23423/KLIRING.pdf
Yang dimaksud dengan:
1.
Kliring adalah
pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring
baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya
diselesaikan pada waktu tertentu.
2.
SKNBI adalah sistem
kliring Bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang
penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.
Dasar Hukum
Penyelenggaraan Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia telah diatur dalam :
Tujuan dan Manfaat SKNBI
Tujuan diterapkannya
SKNBI pada penyelenggaraan kliring di Indonesia adalah untuk meningkatkan
efisiensi sistem pembayaran ritel serta memenuhi prinsip-prinsip manajemen
risiko dalam penyelenggaraan kliring.
Adapun manfaat yang
diperoleh dengan diterapkannya SKNBI adalah sebagai berikut:
Bagi Bank Indonesia
1.
Efisiensi waktu dan
biaya, khususnya dalam hal:
o operasional kliring dengan ditiadakannya fisik
warkat kredit;
o maintenance aplikasi kliring dengan
digunakannya sistem yang terintegrasi di seluruh wilayah kliring.
2.
Tersedianya jangkauan
transfer antar bank melalui kliring yang lebih luas dengan diakomodirnya
kliring antar wilayah untuk transfer kredit.
3.
3. Memenuhi
prinsip-prinsip manajemen risiko dalam penyelenggaraan kliring yang bersifat
multilateral netting sesuai dengan Core Principles yang dikeluarkan oleb Bank
for International Settlement (BIS).
Bagi Bank
1.
Efisiensi biaya
operasional bank dalam pencetakan dan proses administrasi warkat kredit.
2.
Semakin luasnya
jangkauan layanan bank kepada nasabah.
Bagi Masyarakat
Tersedianya pilihan
sarana transfer dana yang murah.
Kegiatan SKNBI
SKNBI dibagi dalam 2
(dua) kegiatan, yaitu:
a. Kliring Debet
1.
Meliputi kegiatan
kliring penyerahan1) dan kliring pengembalian2), digunakan untuk transfer debet
antar Bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat debet (cek, bilyet
giro, nota debet dan lain-lain).
2.
Kliring Debet
dilakukan secara lokal.
3.
Perhitungan kliring
debet dilakukan oleh Peserta Kliring Lokal atas dasar Data Keuangan Elektronik
(DKE) debet yang dikirim oleh peserta di wilayah kliring yang bersangkutan.
4.
Hasil perhitungan
kliring debet tersebut selanjutnya dikirim ke Sistem Sentral Kliring (SSK)
untuk diperhitungkan secara nasional oleh Penyelenggara Kliring Nasional (PKN).
b. Kliring Kredit
1.
Digunakan untuk transfer
kredit antar bank tanpa disertai penyampaian fisik warkat (paperless).
2.
Kliring kredit
dilakukan secara nasional.
Perhitungan kliring
kredit dilakukan oleh PKN atas dasar transfer kredit yang dikirim peserta dari
seluruh wilayah kliring.
Mekanisme SKNBI secara Umum
Biaya SKNBI
Dalam penyelenggaraan
SKNBI, Bank Indonesia mengenakan biaya proses kepada peserta yang besarnya
adalah sebagai berikut:
a. Kliring Debet
1.
Biaya proses kliring
debet untuk wilayah kliring yang pemilahan warkat debetnya dilakukan secara
otomasi sebesar Rp1.500,00 (seribu lima ratus rupiah) per transaksi dengan
rincian Rp1.000,00 (seribu rupiah) untuk proses DKE debet dan Rp500,00 (lima
ratus rupiah) untuk proses warkat debet.
2.
Biaya proses kliring
debet untuk wilayah kliring yang pemilahan warkat debetnya dilakukan secara
manual sebesar Rp1.000,00 per transaksi yang merupakan biaya proses DKE Debet.
b. Kliring Kredit
Biaya proses kliring
kredit sebesar Rp1.000,00 (seribu rupiah) per transaksi.
Sistem
Tranfer : Pengiriman Uang
Pengiriman Uang
Kegiatan usaha
pengiriman uang (KUPU), yang juga dikenal sebagai money remittance service,
merupakan kegiatan pengiriman uang, baik secara domestik maupun lintas batas
(cross border), yang dilakukan oleh penyelenggara pengiriman uang untuk melaksanakan
perintah tidak bersyarat dari pengirim kepada penyelenggara pengiriman uang
untuk mengirim uang kepada penerima. Pada umumnya, jasa layanan pengiriman uang
ini banyak digunakan oleh migrant workers, dalam hal ini digunakan sebagai
sarana transfer dana dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar
negeri kepada keluarganya di Indonesia. Namun demikian, pengguna layanan jasa
ini dapat juga dilakukan oleh selain TKI, seperti turis mancanegara, orang tua
pelajar Indonesia di luar negeri, dan sebagainya.
Berdasarkan UU Nomor
23 tahun 2011 tentang Transfer Dana, penyelenggara transfer dana (termasuk
penyelenggara KUPU) wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia, sehingga apabila
Anda memiliki keluarga yang bekerja di luar negeri dan mendapat kiriman uang
atau Anda akan mengirimkan uang kepada keluarga yang sedang berada di luar
negeri melalui penyelenggara KUPU, hendaknya menggunakan penyelenggara KUPU
yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia.
Definisi
Kegiatan usaha
pengiriman uang merupakan kegiatan pengiriman uang, baik secara domestik maupun
lintas batas (cross border), yang dilakukan oleh penyelenggara pengiriman uang
untuk melaksanakan perintah tidak bersyarat dari pengirim kepada penyelenggara
pengiriman uang untuk mengirim uang kepada penerima.
Maksud dari perintah
tak bersyarat adalah pada umumnya pengiriman uang ini tidak dilakukan
berdasarkan adanya suatu underlying transaction dalam hal ini dilakukan tanpa
kompensasi atau imbal balik berupa barang dan/atau jasa dari pengirim kepada
penerima atau sebaliknya.
Dasar Hukum Penyelenggaraan KUPU
Saat ini
penyelenggaraan transfer dana melalui penyelenggara KUPU telah diatur dalam :
Cakupan Transaksi KUPU
Cakupan transaksi
pengiriman uang dalam kegiatan usaha pengiriman uang adalah sebagai
berikut:
1.
Transaksi pengiriman
uang dari luar wilayah Republik Indonesia ke dalam wilayah Republik Indonesia
(incoming transfer);
2.
Transaksi pengiriman
uang dari dalam wilayah Republik Indonesia ke luar wilayah Republik Indonesia
(outgoing transfer); dan
3.
Transaksi pengiriman
uang secara domestik yaitu di dalam wilayah Republik Indonesia.
Berdasarkan ketentuan KUPU, untuk transaksi yang bersifat lintas batas hanya
dapat dilakukan dalam bentuk non tunai. Hal tersebut mengacu pada peraturan
perundang-undangan mengenai pembatasan transaksi rupiah dan pemberian kredit
dalam valuta asing. Hal ini perlu diatur untuk mencegah adanya pelaku
kegiatan usaha pengiriman uang yang melewati batas negara dengan membawa uang
dalam bentuk uang tunai sementara ketentuan perundang-undangan yang berlaku
membatasi jumlah maksimal uang tunai yang dapat dibawa melewati batas negara.
Mekanisme Pengiriman Uang
Mekanisme pengiriman
uang melalui KUPU sangat beragam, namun demikian secara umum memiliki beberapa
tahapan yaitu :
1.
proses pengiriman uang
(capturing/sending process);
2.
proses pengiriman
informasi (messaging);
3.
proses penyelesaian
akhir (settlement process); dan
4.
proses penerimaan uang
(disbursement process).
Pihak-pihak Dalam Penyelenggaraan KUPU
1.
Agen Pengirim adalah
badan usaha berbadan hukum yang menerima sejumlah uang dari pengirim untuk
disampaikan kepada penerima melalui agen penerima.
2.
Agen Penerima adalah
badan usaha berbadan hukum yang menerima sejumlah uang dari Agen Pengirim untuk
disampaikan kepada penerima.
3.
Pengirim adalah
perorangan, badan usaha berbadan hukum atau badan usaha tidak berbadan hukum
yang memberikan perintah Pengiriman Uang kepada Agen Pengirim.
4.
Penerima adalah
perorangan, badan usaha berbadan hukum atau badan usaha tidak berbadan hukum
yang disebut dalam perintah Pengiriman Uang untuk menerima Uang hasil
Pengiriman Uang.
5.
Money Transfer
Operator adalah yang menyediakan sarana dan prasarana, termasuk sistem, yang
digunakan sebagai media dalam penyelenggaraan kegiatan usaha Pengiriman Uang,
dan/atau melakukan kegiatan penerimaan dan penerusan data dan/atau informasi
terkait dari suatu Penyelenggara kepada Penyelenggara lain untuk disampaikan
kepada Penerima.