Selasa, 01 Juli 2014

Instrumen Pembayaran Non Tunai



Perkembangan alat pembayaran dan sistem transfer saat ini dapat dikatakan telah berkembang sangat pesat dan maju. Dalam alat pembayaran, selain uang yang masih menjadi alat pembayaran utama yang berlaku di masyarakat, terdapat pula alat pembayaran non tunai.
Sebagai contoh, telah dikenal alat pembayaran berbasis kertas seperti cek dan bilyet giro atau alat pembayaran menggunakan kartu (APMK), seperti kartu kredit dan kartu ATM/debet. Sedangkan untuk sistem transfer, telah dilakukan pengembangan sistem transfer dana secara berkesinambungan oleh Bank Indonesia, sehingga saat ini telah tersedia sistem BI-RTGS dan sistem Kliring Nasional. Untuk itu, mari kenali alat pembayaran dan sistem transfer yang ada di Indonesia, untuk mempermudah Anda dalam bertransaksi.


Alat Pembayaran : Cek dan BG

Alat Pembayaran : Kartu ATM/Debet

Alat Pembayaran : Kartu Kredit

Alat Pembayaran : Uang Elektronik

Sistem Transfer : BI - RTGS

Sistem Transfer : SKNBI

Sistem Tranfer : Pengiriman Uang


Cek dan Bilyet Giro (BG) merupakan alat pembayaran paling lama yang digunakan oleh masyarakat Indonesia. Cek telah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD), sementara Bilyet Giro pertama kali diatur tahun 1972 dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
Penggunaan Cek dan BG untuk pembayaran umumnya dilakukan oleh pelaku usaha dalam mendukung kelancaran transaksi bisnisnya. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan nasabah individu menggunakan Cek dan BG dalam melakukan pembayaran.
Cek dan Bilyet Giro diberikan kepada nasabah yang memiliki simpanan di bank, khususnya simpanan dalam bentuk rekening giro. Walaupun secara fisik Cek dan BG terlihat sama, namun pada dasarnya terdapat beberapa perbedaan antara Cek dan BG, seperti  pencairan Cek dapat dilakukan secara tunai atau melalui pemindahbukuan sementara BG hanya dapat dicairkan dengan pemindahbukuan. Selain itu Cek, khususnya Cek atas unjuk dapat dipindahtangankan sementara Bilyet Giro tidak dapat dipindahtangankan.
Definisi
1.     Cek adalah surat perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah dana yang tercantum dalam cek.  Penarikan cek dapat dilakukan baik "atas nama" maupun "atas unjuk" dan merupakan surat berharga yang dapat diperdagangkan (negotiable paper).
2.     Bilyet Giro adalah surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang disebutkan namanya.
Dasar Hukum
1.     Cek  telah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) Pasal 178 sampai dengan Pasal 229.
2.     Bilyet Giro telah diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR tanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro.
Manfaat Cek dan Bilyet Giro
Penggunaan Cek dan Bilyet Giro sebagai alat pembayaran dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.     Memberikan kemudahan dalam melakukan pembayaran atas suatu transaksi ekonomi tertentu tanpa perlu membawa uang tunai dalam jumlah banyak.
2.     Khusus untuk ilyet giro, memberikan fleksibilitas kepada pemilik rekening khususnya pengusaha dalam pengelolaan cash flow dengan memberikan tanggal mundur pada Bilyet Giro.
Risiko Cek dan Bilyet Giro 
1.     Risiko nama pemilik rekening masuk dalam Daftar hitam Nasional karena menarik Cek dan Bilyet Giro kosong.
2.     Risiko menerima Cek dan Bilyet Giro kosong, bagi masayarakat yang menerima pembayaran dengan Cek dan Bilyet Giro.  Adapun yang dimaksud dengan Cek dan Bilyet Giro kosong adalah cek dan/atau Bilyet Giro yang ditunjukkan oleh Pemegang baik melalui kliring maupun melalui loket Bank secara langsung (over the conter) dan ditolak pembayarannya atau pemindahbukuannya oleh Bank dengan alasan penolakan “saldo rekening giro tidak cukup” atau “rekening giro telah ditutup”.
Contoh Gambar Cek


Contoh Gambar Bilyet Giro


Keterangan
Cek
Bilyet Giro
1. Pengertian
Surat perintah tanpa syarat dari nasabah kepada bank yang memelihara rekening giro nasabah tersebut untuk membayar sejumlah dana kepada pemegang Cek tersebut.
Surat perintah dari nasabah kepada bank yang memelihara rekening giro nasabah tersebut untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang disebutkan namanya.
2. Pencairan Dana
Melalui tunai atau pemindahbukuan
Hanya melalui pemindahbukuan
3. Syarat Formal
  • Terdapat nama “Cek”
  • Perintah tidak bersyarat
  • Terdapat nama Penarik
  • Tempat pembayaran
  • Tempat dan tanggal penerbitan Cek
  • Tandatangan Penarik
  • Terdapat nama “Bilyet Giro”
  • Perintah tidak bersyarat
  • Terdapat nama Penarik
  • Jumlah dana dipindahbukukan
  • Tempat dan tanggal penarikan
  • Nama dan Nomor Rekening Pemegang
  • Nama Bank Penerima
4. Tenggang Waktu Penawaran
Tidak Ada 
70 hari sejak tanggal penarikan.
5. Masa Daluarsa
70 hari sejak tanggal penarikan
6 bulan setelah tenggang waktu penawaran
6. Syarat Lain
  • Tersedianya dana sejak diterbitkan.
  • Memenuhi materai yang cukup.
  • Jika ada coretan atau perubahan harus ditandatangani oleh si penerbit 
  • Jumlah uang yang terbilang dan tersebut harus sama
  • Tersedia dana pada tanggal efektif.
  • Bila tanggal efektif tidak ada maka tanggal penarikan berlaku sebagai tanggal efektif.
  • Bila tanggal efektif tidak ada maka tanggal penarikan berlaku sebagai tanggal efektif.
  • Jika ada coretan atau perubahan harus ditandatangani oleh si penerbit.
  • Jumlah uang yang terbilang dan tersebut harus sama.

Alat Pembayaran : Kartu ATM/Debet
Sumber (link terkait : )
Sebagian besar masyarakat Indonesia tentunya telah banyak mengenal kartu pembayaran. Kartu pembayaran yang saat ini paling diminati oleh masyarakat Indonesia dalam melakukan transaksi keuangan adalah Kartu ATM/Debet. Selama tahun 2010, dengan jumlah kartu yang beredar sebesar 51,6 juta kartu, volume penggunaan Kartu ATM/Debet yang mencapai 1,81 milyar transaksi atau 4,95 juta transaksi per hari, menjadi yang paling tinggi diantara alat pembayaran lainnya.
Namun demikian, peningkatan penggunaan Kartu ATM/Debet berpotensi pula meningkatkan risiko dari penggunaan Kartu ATM/Debet tersebut, baik risiko yang disebabkan oleh kelalaian dari pihak pengguna, maupun risiko fraud (kejahatan) yang sengaja dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Pada tahun 2010, berbagai media baik cetak maupun elektronik memberitakan telah terjadi  fraud  pada industri Kartu ATM/Debet. Sebagian besar fraud tersebut terjadi dengan menggunakan metode skimming, yaitu dengan mencuri data nasabah yang tersimpan dalam kartu. Dari kejadian ini, selain diperlukan peningkatan keamanan dalam penyelenggaraan Kartu ATM/Debet yang harus dilakukan oleh para penerbit Kartu/Debet, tentunya diperlukan pula sikap kehati-hatian masyarakat sebagai pengguna dalam melakukan transaksi keuangan dengan menggunakan Kartu ATM/Debet.
Definisi Kartu ATM/Debet 
Kartu ATM adalah alat pembayaran menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan penarikan tunai dan/atau pemindahan dana dimana kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada Bank atau Lembaga Selain bank yang berwenang untuk menghimpun dana sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara itu, Kartu Debet adalah pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan, dimana kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada bank atau Lembaga Selain Bank yang berwenang untuk menghimpun dana sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dasar Hukum
Penyelenggaraan Kartu ATM/Debet telah diatur dalam :
Manfaat Kartu ATM/Debet
Penggunaan Kartu ATM/Debet yang semakin meningkat, tentunya dikarenakan manfaat dari penggunaannya yang telah banyak dirasakan masyarakat. Manfaat dari penggunaan Kartu ATM/Debet adalah:
1.     Memberikan kemudahan dan kecepatan bertransaksi via ATM untuk penarikan tunai, transfer antar rekening dan/atau antarbank.
2.     Selain itu khusus untuk Kartu Debet, memberikan kemudahan melakukan transaksi berbelanja tanpa perlu membawa uang tunai.
Risiko dari Kartu ATM/ Debet
Walapun di satu sisi terdapat beberapa manfaat dari Kartu ATM/Debet, tetapi di sisi lain terdapat risiko yang perlu disikapi dengan kehati-hatian dari para penggunanya, seperti :
1.     Risiko kartu digunakan oleh pihak lain, karena penggguna yang sah melakukan kelalaian dalam penyimpanan kartu dan PIN.
2.     Risiko fraud yang sengaja dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab dengan mencuri data nasabah pengguna yang tersimpan dalam kartu.
Mekanisme Penggunaan Kartu Debet
Terdapat 2 (dua) mekanisme penggunaan Kartu Debet untuk transaksi belanja yang saat ini masih menggunakan teknologi magnetic stripe, yaitu:
1.     Menggunakan tanda tangan
o    Kartu Debet yang Anda serahkan ke kasir akan diproses dengan cara menggesekan kartu ke mesin EDC. Setelah digesek, terjadi proses online untuk verifikasi data dan kecukupan saldo pemegang kartu yang ada pada database server penerbit kartu.
o    Setelah proses verifikasi selesai, mesin EDC akan mengeluarkan bukti transaksi yang akan ditandatangani oleh pemegang kartu yang melakukan transaksi.
o    Transaksi selesai.
2.     Menggunakan PIN
o    Kartu Debet yang Anda serahkan ke kasir akan diproses dengan cara menggesekan kartu ke mesin EDC. Setelah digesek, kasir akan meminta pengguna untuk mengisi PIN pada mesin EDC. Apabila PIN pengguna benar, akan terjadi proses online untuk verifikasi data dan kecukupan saldo pemegang kartu yang ada pada database server penerbit kartu.
o    Setelah proses verifikasi selesai, mesin EDC akan mengeluarkan bukti transaksi yang akan ditandatangani oleh pemegang kartu yang melakukan transaksi.
o    Transaksi selesai.
Pihak-Pihak dalam Penyelenggaraan Kartu ATM/Debet
1.     Pemegang kartu adalah pengguna yang sah dari Kartu ATM/Debet
2.     Prinsipal adalah bank atau lembaga selain bank yang bertanggung jawab atas pengelolaan sistem dan/atau jaringan antar anggotanya, baik yang berperan sebagai penerbit dan/atau acquirer, dalam transaksi Kartu ATM/Debet yang kerjasama dengan anggotanya didasarkan atas suatu perjanjian tertulis.
3.     Penerbit adalah bank atau lembaga selain bank yang menerbitkan Kartu ATM/Debet.
4.     Acquirer adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan kerjasama dengan pedagang (merchant), yang dapat memproses Kartu Debet yang diterbitkan oleh pihak lain.
5.     Pedagang (merchant) adalah penjual barang dan/atau jasa yang menerima pembayaran dari transaksi penggunaan Kartu Debet.\
6.     Penyelenggara kliring adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan perhitungan hak dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka transaksi Kartu ATM/Debet. 
7.     Penyelenggara penyelesaian akhir adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan dan bertanggungjawab terhadap penyelesaian akhir atas hak dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka transaksi Kartu ATM/Debet berdasarkan hasil perhitungan dari penyelenggara kliring.
Alat Pembayaran : Kartu Kredit

Sumber (link terkait ) :
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/C95544F4-DCF1-4475-A27F-99550647FE2E/23398/KARTUKREDIT.PDF
Kartu Kredit merupakan alat pembayaran yang memiliki prinsip “buy now pay later”, dimana pada saat transaksi kewajiban pemegang kartu ditalangi terlebih dahulu oleh penerbit Kartu Kredit. Pemegang kartu dapat melunasi pembayaran berdasarkan waktu yang disepakati antara pemegang kartu dan penerbit. Saat ini fasilitas yang ditawarkan bagi pengguna Kartu Kredit sangat beragam, mulai dari diskon di merchant, point rewards yang dapat digunakan untuk berbelanja, sampai dengan pembelian barang dengan bunga cicilan 0%.
Penggunaan Kartu Kredit secara bijak sebagai alat bayar pengganti uang tunai tentunya akan sangat menguntungkan bagi penggunanya, karena selain tidak perlu membawa uang tunai dalam jumlah banyak, diberikan beragam tawaran yang menarik dari penerbit, pengguna juga diberikan keleluasaan untuk melunasi pembayarannya sesuai waktu yang disepakati. Hal ini tentunya akan memberikan fleksibilitas bagi pengguna Kartu Kredit dalam mengatur cash flow.
Namun demikian, dengan prinsip “buy now pay later” dan beragamnya fasilitas yang ditawarkan, bukan tidak mungkin penggunaan Kartu Kredit akan berpotensi membuat masyarakat cenderung menjadi konsumtif. Untuk itu sebagai pengguna Kartu Kredit, kita perlu menanamkan kesadaran  pada diri sendiri bahwa fasilitas Kartu Kredit merupakan kewajiban yang harus dipenuhi pada saat jatuh tempo. Apabila pembayaran dilakukan setelah jatuh tempo maka besar sekali biaya yang akan dikenakan kepada pemegang kartu, baik berupa biaya keterlambatan maupun biaya bunga. Dalam kaitan ini perlu dihindari  cara “gali lubang tutup lubang” dalam melunasi hutang kartu Kredit, karena hal ini akan semakin memperburuk kondisi keuangan.
Definisi Kartu Kredit
Kartu Kredit adalah alat pembayaran menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai, dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang disepakati dengan pelunasan secara sekaligus (charge card) ataupun dengan pembayaran secara angsuran.
Dasar Hukum
Penyelenggaraan Kartu Kredit telah diatur dalam :
Manfaat Kartu Kredit
Penggunaan Kartu Kredit sebagai alat pembayaran dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.     Memberikan kemudahan dan kecepatan dalam melakukan transaksi transaksi berbelanja tanpa perlu membawa uang tunai.
2.     Terdapat berbagai  penawaran menarik dari penerbit Kartu Kredit, antara lain  point rewards, diskon di pedagang (merchant), dan pembelian barang dengan bunga cicilan 0%.
Risiko Kartu Kredit
Walapun di satu sisi terdapat beberapa manfaat dari Kartu Kredit, tetapi di sisi lain terdapat risiko yang perlu disikapi dengan kehati-hatian dari para penggunanya, seperti :
1.     Risiko kartu digunakan oleh pihak lain, karena penggguna yang sah melakukan kelalaian dalam penyimpanan kartu dan PIN. Apalagi untuk saat ini transaksi belanja dengan menggunakan Kartu Kredit hanya memerlukan tanda tangan yang dapat saja dipalsukan oleh pihak lain.
2.     Risiko dikenakan biaya keterlambatan dan biaya bunga yang relatif tinggi karena pemegang kartu tidak mampu membayar kewajibannya pada saat jatuh tempo, sehingga pembayaran kewajiban baru dapat dilakukan sesudah jatuh tempo.
Mekanisme Penggunaan Kartu Kredit dengan Menggunakan Chip
Mekanisme Penggunaan Kartu Kredit dengan menggunakan chip tidak banyak mengalami perubahan dengan mekanisme sebelumnya. Ketika bertransaksi, hal-hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan kartu kredit chip adalah:
1.     Kartu kredit yang Anda serahkan ke kasir akan diproses dengan cara memasukkan kartu ke dalam mesin EDC yang telah dilengkapi chip atau dikenal dengan istilah dimasukkan ke dalam EDC. Pada saat dimasukkan ke dalam EDC, kartu mengalami proses enkripsi terlebih dahulu sebelum akhirnya secara online di-link-an dan di verifikasi dengan penerbit kartu kredit yang dipakai.
2.     Setelah proses verifikasi selesai, mesin EDC yang telah dilengkapi chip akan mengeluarkan bukti transaksi yang akan ditandatangani oleh pemegang kartu yang melakukan transaksi.
3.     Transaksi selesai.
Mekanisme yang sama mudahnya dengan teknologi sebelumnya yang dikenal dengan magnetic stripe. Yang perlu diingat adalah, transaksi tidak lagi digesek tapi di-dip, jika dalam bertransaksi kartu kredit Anda masih menggunakan mekanisme yang lama yaitu digesek, itu berarti kartu kredit dan mesin EDC belum menggunakan Chip. Segera minta penggantian kartu Anda kepada penerbit kartu yang tertera pada kartu kredit Anda.
Pihak-Pihak dalam Penyelenggaraan Kartu Kredit
1.     Pemegang kartu adalah pengguna yang sah dari Kartu Kredit.
2.     Prinsipal adalah bank atau lembaga selain bank yang bertanggung jawab atas pengelolaan sistem dan/atau jaringan antar anggotanya, baik yang berperan sebagai penerbit dan/atau acquirer, dalam transaksi Kartu Kredit yang kerjasama dengan anggotanya didasarkan atas suatu perjanjian tertulis.
3.     Penerbit adalah bank atau lembaga selain bank yang menerbitkan Kartu Kredit.
4.     Acquirer adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan kerjasama dengan pedagang (merchant), yang dapat memproses Kartu Kredit yang diterbitkan oleh pihak lain.
5.     Pedagang (merchant) adalah penjual barang dan/atau jasa yang menerima pembayaran dari transaksi penggunaan Kartu Kredit.
6.     Penyelenggara kliring adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan perhitungan hak dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka transaksi Kartu Kredit. 
7.     Penyelenggara penyelesaian akhir adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan dan bertanggungjawab terhadap penyelesaian akhir atas hak dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka transaksi Kartu Kredit berdasarkan hasil perhitungan dari penyelenggara kliring.
Alat Pembayaran : Uang Elektronik
Sumber (link terkait ) :
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/A4F6D270-EB2B-4A92-B02D-253FDCB2B275/23451/TC9990102LAYOUTPB1.pdf
Alat Pembayaran : Uang Elektronik
Di tahun-tahun terakhir, inovasi pada instrumen pembayaran elektronis dengan menggunakan kartu telah berkembang menjadi bentuk yang lebih praktis. Saat ini di Indonesia sedang berkembang suatu instrumen pembayaran yang dikenal dengan uang elektronik. Walaupun memuat karakteristik yang sedikit berbeda dengan instrumen pembayaran lainnya seperti kartu kredit dan kartu ATM/Debet, namun penggunaan instrumen ini tetap sama dengan kartu kredit dan kartu ATM/Debet yaitu ditujukan untuk pembayaran.
Secara sederhana, uang elektronik didefinisikan sebagai alat pembayaran dalam bentuk elektronik dimana nilai uangnya disimpan dalam media elektronik tertentu. Penggunanya harus menyetorkan uangnya terlebih dahulu kepada penerbit dan disimpan dalam media elektronik sebelum menggunakannya untuk keperluan bertransaksi. Ketika digunakan, nilai uang elektronik yang tersimpan dalam media elektronik akan berkurang sebesar nilai transaksi dan setelahnya dapat mengisi kembali (top-up). Media elektronik untuk menyimpan nilai uang elektronik dapat berupa chip atau server. Penggunaan uang elektronik ini sebagai alat pembayaran yang inovatif dan praktis diharapkan dapat membantu kelancaran pembayaran kegiatan ekonomi yang bersifat massal, cepat dan mikro, sehingga perkembangannya dapat membantu kelancaran transaksi di jalan tol, di bidang transportasi seperti kereta api maupun angkutan umum lainnya atau transaksi di minimarket, food court, atau parkir.
Perkembangan uang elektronik diharapkan pula dapat digunakan sebagai alternatif alat pembayaran non tunai yang dapat menjangkau masyarakat yang selama ini belum mempunyai akses kepada sistem perbankan.
Definisi
Uang Elektronik (Electronic Money) didefinisikan sebagai alat pembayaran yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
1.     diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu oleh pemegang kepada penerbit; 
2.     nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server atau chip; 
3.     digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut; dan 
4.     nilai uang elektronik yang disetor oleh pemegang dan dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan.
Dasar Hukum
Penyelenggaraan Uang Elektronik telah diatur dalam :
Manfaat Uang Elektronik
Penggunaan Uang Elektronik sebagai alat pembayaran dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.     Memberikan kemudahan dan kecepatan dalam melakukan transaksi transaksi pembayaran tanpa perlu membawa uang tunai.
2.     Tidak lagi menerima uang kembalian dalam bentuk barang (seperti permen) akibat padagang tidak mempunyai uang kembalian bernilai kecil (receh).
3.     Sangat applicable untuk transaksi massal yang nilainya kecil namun frekuensinya tinggi, seperti: transportasi, parkir, tol, fast food, dll.
Risiko Uang Elektronik
Walapun di satu sisi terdapat beberapa manfaat dari Uang Elektronik, tetapi di sisi lain terdapat risiko yang perlu disikapi dengan kehati-hatian dari para penggunanya, seperti :
1.     Risiko uang elektronik hilang dan dapat digunakan oleh pihak lain karena pada prinsipnya uang elektronik sama seperti uang tunai yang apabila hilang tidak dapat diklaim kepada penerbit. 
2.     Risiko karena masih kurang pahamnya pengguna dalam menggunakan uang elektronik, seperti pengguna tidak menyadari uang elektronik  yang digunakan ditempelkan 2 (dua) kali pada reader untuk suatu transaksi yang sama sehingga nilai uang elektronik berkurang lebih besar dari nilai transaksi.
Jenis Uang Elektronik dan Batas Nilai Uang Elektronik
Jenis uang elektronik berdasarkan tercatat atau tidaknya data identitas pemegang pada penerbit  Uang Elektronik dibagi menjadi :
1.     Uang Elektronik registered, merupakan Uang Elektronik yang data identitas pemegangnya tercatat/terdaftar pada penerbit Uang Elektronik. Dalam kaitan ini, penerbit harus menerapkan prinsip mengenal nasabah dalam menerbitkan Uang Elektronik Registered.

Batas maksimum nilai Uang Elektronik yang tersimpan pada media chip atau server untuk jenis registered adalah Rp5.000.000,00 (lima juta Rupiah).

2.     Uang Elektronik unregistered, merupakan Uang Elektronik yang data identitas pemegangnya tidak tercatat/terdaftar pada penerbit Uang Elektronik. 

Batas maksimum nilai Uang Elektronik yang tersimpan pada media chip atau server untuk jenis unregistered adalah Rp1.000.000,00 (satu juta Rupiah).

Pihak-Pihak dalam Penyelenggaraan Uang Elektronik
1.     Pemegang kartu adalah pengguna yang sah dari Uang Elektronik.
2.     Prinsipal adalah bank atau lembaga selain bank yang bertanggung jawab atas pengelolaan sistem dan/atau jaringan antar anggotanya, baik yang berperan sebagai penerbit dan/atau acquirer, dalam transaksi Uang Elektronik yang kerjasama dengan anggotanya didasarkan atas suatu perjanjian tertulis.
3.     Penerbit adalah bank atau lembaga selain bank yang menerbitkan Uang Elektronik.
4.     Acquirer adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan kerjasama dengan pedagang (merchant), yang dapat memproses Uang Elektronik yang diterbitkan oleh pihak lain.
5.     Pedagang (merchant) adalah penjual barang dan/atau jasa yang menerima pembayaran dari transaksi penggunaan Uang Elektronik.
6.     Penyelenggara kliring adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan perhitungan hak dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka transaksi Uang Elektronik. 
7.     Penyelenggara penyelesaian akhir adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan dan bertanggungjawab terhadap penyelesaian akhir atas hak dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka transaksi Uang Elektronik berdasarkan hasil perhitungan dari penyelenggara kliring.

Sistem Transfer : BI – RTGS
Sumber (link terkait ) :
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/D61BBFAF-7E2B-4F1C-BA27-F03D33246CBA/23424/RTGS.pdf
Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar Peserta dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual.
Dengan sistem BI-RTGS, peserta pengirim melalui terminal RTGS di tempatnya mentransmisikan transaksi pembayaran ke pusat pengolahan sistem RTGS (RTGS–Central Computer/RCC) di Bank Indonesia untuk proses settlement. Jika proses settlement berhasil, transaksi pembayaran akan diteruskan secara otomatis dan elektronis kepada peserta penerima. Keberhasilan proses settlement tergantung dari kecukupan saldo peserta pengirim karena dalam BI-RTGS peserta hanya dapat diperbolehkan untuk mengkredit peserta lain. Dengan kata lain, peserta BI-RTGS harus meyakinkan bahwa saldo rekeningnya di Bank Indonesia cukup sebelum peserta tersebut melaksanakan transfer ke bank perserta BI-RTGS lainnya.
Dasar Hukum

Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS telah diatur dalam :

Manfaat Sistem BI-RTGS

Tujuan dan manfaat dari implementasi Sistem BI-RTGS adalah sebagai berkut :

1.     Bagi Bank Indonesia
o    Mengurangi risiko Penyelesaian Akhir (settlement risk) dalam sistem pembayaran nasional; dan
o    Memberikan informasi yang mendukung kebijakan moneter dan early warning system bagi pengawasan bank. 
2.     Bagi Bank 
o    Meningkatkan efektivitas pengelolaan dana (management fund) bagi Bank melalui sentralisasi Rekening Giro; dan 
o    Meningkatkan kepastian penyelesaian akhir (settlement).
3.     Bagi Masyarakat:
o    Tersedianya  tambahan pilihan sarana transfer yang efisien, cepat, aman, dan handal.
Cakupan Transaksi Sistem BI-RTGS

Saat ini cakupan transaksi yang melalui Sistem BI-RTGS adalah sebagai berikut :

1.     Transaksi pembayaran antar-bank bersifat high value payments, yaitu transaksi pembayaran bernilai besar dan/atau bersifat time-critical, antara lain transaksi PUAB, operasi moneter, transaksi pemerintah,;
2.     Transaksi penyelesaian akhir (settlement) sisi rupiah dari transaksi perdagangan valas antar-bank;
3.     Transaksi penyelesaian akhir (settlement) dana dari transaksi pasar modal; dan 
4.     Transaksi transfer dana antar-bank untuk kepentingan nasabahnya yang bersifat urgent.
Selain itu Sistem BI-RTGS merupakan central settlement processor untuk melakukan penyelesaian akhir dari sistem  pembayaran ritel seperti penyelesaian akhir hasil kliring dari SKNBI dan sistem pembayaran ritel lainnya (ATM, kartu debit, kartu kredit).
Fungsi Sistem BI-RTGS sebagai central processor untuk penyelesaian akhir (settlement) transaksi pembayaran antar-bank di Indonesia dan merupakan core financial infrastructure yang mendukung aktivitas ekonomi dan keuangan di Indonesia, menjadikan Sistem BI-RTGS sebagai Systemically Importance Payment System (SIPS).
Sistem BI-RTGS sebagai Systemically Important Payment System (SIPS)

Berdasarkan Bank for International Settlement (BIS), sistem RTGS merupakan sistem pembayaran yang dikategorikan sebagai systemically important payment system (SIPS).

Suatu sistem pembayaran dikategorikan sebagai SIPS apabila sistem tersebut :
1.     Merupakan satu-satunya sistem pembayaran di suatu negara atau merupakan sistem pembayaran utama ditinjau dari total nominal transaksi yang diproses dalam sistem pembayaran tersebut;
2.     Memiliki fungsi utama memproses transaksi dengan nominal besar; dan
3.     Dipergunakan untuk penyelesaian transaksi pasar keuangan dan/atau memproses penyelesaian akhir dari sistem pembayaran lain.
Mekanisme Transfer Dana melalui Sistem BI-RTGS


Dengan mekanisme Sistem BI-RTGS, dimana pendebetan dan pengkreditan rekening dilaksanakan secara bersamaan maka risiko kredit dapat diminimalisir karena tidak lagi terdapat settlement lag.  Dengan demikian tidak terjadinya settlement lag maka risiko sistemik juga dapat dimitigasi.
Biaya Transaksi Sistem BI-RTGS 

Biaya transaksi Sistem BI-RTGS yang ditetapkan oleh Bank Indonesia kepada bank adalah sebagai berikut:

1.     Untuk transaksi individual yang dikirim pada pukul 06.30 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB, besarnya biaya transaksi adalah Rp7.000,00 (tujuh ribu rupiah) per transaksi 
2.     Untuk transaksi individual yang dikirim setelah pukul 15.00 WIB sampai dengan cut off time, besarnya biaya transaksi adalah Rp15.000,00 (lima belas ribu rupiah) per transaksi.
Besarnya biaya transaksi SKNBI dan Sistem BI-RTGS yang dikenakan bank kepada nasabah sesuai dengan ketentuan intern masing-masing bank. Namun demikian, bank wajib mencantumkan biaya yang dikenakan, baik biaya yang dikenakan Bank Indonesia kepada bank maupun biaya yang dikenakan bank kepada nasabah pada lokasi yang dapat dibaca dengan jelas oleh nasabah.
Window Time Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS

Waktu transaksi transfer antar peserta baik untuk kepentingan nasabah saat ini dibatasi mulai pk.06.30 - 16.30 WIB. Window time tersebut diharapkan akan dapat memberikan keleluasaan kepada pelaku ekonomi di seluruh Indonesia yang terdiri dari 3 zona waktu untuk bertransaksi dengan lebih lancar. 

Meskipun demikian, apabila dalam kasus-kasus tertentu diperlukan window time yang lebih lama, Bank Indonesia dapat melakukan perpanjangan untuk mengakomodasi kebutuhan perpanjangan tersebut. 



Sistem Transfer : SKNBI
Sumber (link terkait ) :
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/C063BD05-4D7F-4C11-B117-8A74F04D9B9A/23423/KLIRING.pdf
Yang dimaksud dengan:
1.     Kliring adalah pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.
2.     SKNBI adalah sistem kliring Bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.
Dasar Hukum

Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia telah diatur dalam :

Tujuan dan Manfaat SKNBI

Tujuan diterapkannya SKNBI pada penyelenggaraan kliring di Indonesia adalah untuk meningkatkan efisiensi sistem pembayaran ritel serta memenuhi prinsip-prinsip manajemen risiko dalam penyelenggaraan kliring.

Adapun manfaat yang diperoleh dengan diterapkannya SKNBI adalah sebagai berikut:
Bagi Bank Indonesia
1.     Efisiensi waktu dan biaya, khususnya dalam hal:
o    operasional kliring dengan ditiadakannya fisik warkat kredit;
o    maintenance aplikasi kliring dengan digunakannya sistem yang terintegrasi di seluruh wilayah kliring.
2.     Tersedianya jangkauan transfer antar bank melalui kliring yang lebih luas dengan diakomodirnya kliring antar wilayah untuk transfer kredit.
3.     3. Memenuhi prinsip-prinsip manajemen risiko dalam penyelenggaraan kliring yang bersifat multilateral netting sesuai dengan Core Principles yang dikeluarkan oleb Bank for International Settlement (BIS).
Bagi Bank
1.     Efisiensi biaya operasional bank dalam pencetakan dan proses administrasi warkat kredit.
2.     Semakin luasnya jangkauan layanan bank kepada nasabah.
Bagi Masyarakat
Tersedianya pilihan sarana transfer dana yang murah.
Kegiatan SKNBI

SKNBI dibagi dalam 2 (dua) kegiatan, yaitu:

a. Kliring Debet
1.     Meliputi kegiatan kliring penyerahan1) dan kliring pengembalian2), digunakan untuk transfer debet antar Bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat debet (cek, bilyet giro, nota debet dan lain-lain).
2.     Kliring Debet dilakukan secara lokal.
3.     Perhitungan kliring debet dilakukan oleh Peserta Kliring Lokal atas dasar Data Keuangan Elektronik (DKE) debet yang dikirim oleh peserta di wilayah kliring yang bersangkutan.
4.     Hasil perhitungan kliring debet tersebut selanjutnya dikirim ke Sistem Sentral Kliring (SSK) untuk diperhitungkan secara nasional oleh Penyelenggara Kliring Nasional (PKN).
b. Kliring Kredit
1.     Digunakan untuk transfer kredit antar bank tanpa disertai penyampaian fisik warkat (paperless). 
2.     Kliring kredit dilakukan secara nasional.
Perhitungan kliring kredit dilakukan oleh PKN atas dasar transfer kredit yang dikirim peserta dari seluruh wilayah kliring.
Mekanisme SKNBI secara Umum



Biaya SKNBI

Dalam penyelenggaraan SKNBI, Bank Indonesia mengenakan biaya proses kepada peserta yang besarnya adalah sebagai berikut:

a. Kliring Debet
1.     Biaya proses kliring debet untuk wilayah kliring yang pemilahan warkat debetnya dilakukan secara otomasi sebesar Rp1.500,00 (seribu lima ratus rupiah) per transaksi dengan rincian Rp1.000,00 (seribu rupiah) untuk proses DKE debet dan Rp500,00 (lima ratus rupiah) untuk proses warkat debet.
2.     Biaya proses kliring debet untuk wilayah kliring yang pemilahan warkat debetnya dilakukan secara manual sebesar Rp1.000,00 per transaksi yang merupakan biaya proses DKE Debet.
b. Kliring Kredit
Biaya proses kliring kredit sebesar Rp1.000,00 (seribu rupiah) per transaksi.
Sistem Tranfer : Pengiriman Uang

Pengiriman Uang
Kegiatan usaha pengiriman uang (KUPU), yang juga dikenal sebagai money remittance service, merupakan kegiatan pengiriman uang, baik secara domestik maupun lintas batas (cross border), yang dilakukan oleh penyelenggara pengiriman uang untuk melaksanakan perintah tidak bersyarat dari pengirim kepada penyelenggara pengiriman uang untuk mengirim uang kepada penerima. Pada umumnya, jasa layanan pengiriman uang ini banyak digunakan oleh migrant workers, dalam hal ini digunakan sebagai sarana transfer dana dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri kepada keluarganya di Indonesia. Namun demikian, pengguna layanan jasa ini dapat juga dilakukan oleh selain TKI, seperti turis mancanegara, orang tua pelajar Indonesia di luar negeri, dan sebagainya.
Berdasarkan UU Nomor 23 tahun 2011 tentang Transfer Dana, penyelenggara transfer dana (termasuk penyelenggara KUPU) wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia, sehingga apabila Anda memiliki keluarga yang bekerja di luar negeri dan mendapat kiriman uang atau Anda akan mengirimkan uang kepada keluarga yang sedang berada di luar negeri melalui penyelenggara KUPU, hendaknya menggunakan penyelenggara KUPU yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia.
Definisi
Kegiatan usaha pengiriman uang merupakan kegiatan pengiriman uang, baik secara domestik maupun lintas batas (cross border), yang dilakukan oleh penyelenggara pengiriman uang untuk melaksanakan perintah tidak bersyarat dari pengirim kepada penyelenggara pengiriman uang untuk mengirim uang kepada penerima. 
Maksud dari perintah tak bersyarat adalah pada umumnya pengiriman uang ini tidak dilakukan berdasarkan adanya suatu underlying transaction dalam hal ini dilakukan tanpa kompensasi atau imbal balik berupa barang dan/atau jasa dari pengirim kepada penerima atau sebaliknya.
Dasar Hukum Penyelenggaraan KUPU
Saat ini penyelenggaraan transfer dana melalui penyelenggara KUPU telah diatur dalam :
Cakupan Transaksi KUPU
Cakupan transaksi pengiriman uang dalam kegiatan usaha pengiriman uang  adalah sebagai berikut:
1.     Transaksi pengiriman uang dari luar wilayah Republik Indonesia ke dalam wilayah Republik Indonesia (incoming transfer);
2.     Transaksi pengiriman uang dari dalam wilayah Republik Indonesia ke luar wilayah Republik Indonesia (outgoing transfer); dan  
3.     Transaksi pengiriman uang secara domestik yaitu di dalam wilayah Republik Indonesia. 

Berdasarkan ketentuan KUPU, untuk transaksi yang bersifat lintas batas hanya dapat dilakukan dalam bentuk non tunai. Hal tersebut mengacu pada peraturan perundang-undangan mengenai pembatasan transaksi rupiah dan pemberian kredit dalam valuta asing.  Hal ini perlu diatur untuk mencegah adanya pelaku kegiatan usaha pengiriman uang yang melewati batas negara dengan membawa uang dalam bentuk uang tunai sementara ketentuan perundang-undangan yang berlaku membatasi jumlah maksimal uang tunai yang dapat dibawa melewati batas negara.

Mekanisme Pengiriman Uang
Mekanisme pengiriman uang melalui KUPU sangat beragam, namun demikian secara umum memiliki beberapa tahapan yaitu :
1.     proses pengiriman uang (capturing/sending process);
2.     proses pengiriman informasi (messaging); 
3.     proses penyelesaian akhir (settlement process); dan 
4.     proses penerimaan uang (disbursement process). 
Pihak-pihak Dalam Penyelenggaraan KUPU
1.     Agen Pengirim adalah badan usaha berbadan hukum yang menerima sejumlah uang dari pengirim untuk disampaikan kepada penerima melalui agen penerima.
2.     Agen Penerima adalah badan usaha berbadan hukum yang menerima sejumlah uang dari Agen Pengirim untuk disampaikan kepada penerima.
3.     Pengirim adalah perorangan, badan usaha berbadan hukum atau badan usaha tidak berbadan hukum yang memberikan perintah Pengiriman Uang kepada Agen Pengirim.
4.     Penerima adalah perorangan, badan usaha berbadan hukum atau badan usaha tidak berbadan hukum yang disebut dalam perintah Pengiriman Uang untuk menerima Uang hasil Pengiriman Uang.
5.     Money Transfer Operator adalah yang menyediakan sarana dan prasarana, termasuk sistem, yang digunakan sebagai media dalam penyelenggaraan kegiatan usaha Pengiriman Uang, dan/atau melakukan kegiatan penerimaan dan penerusan data dan/atau informasi terkait dari suatu Penyelenggara kepada Penyelenggara lain untuk disampaikan kepada Penerima.

Sumber : www.bi.go.id